Sobat Cerita Kebesaran Allah SWT, Allah itu maha adil setiap orang tidak ada yang sempurna, pasti ada kekurangannya namun dibalik kekurangan itu ada satu juta kelebihan didalamnya jika kita mau berusaha mengasahnya. Seperti cerita yang sangat menyentuh hati berikut ini.
Jika Nabi Yusuf adalah manusia ciptaan Tuhan yang paling tampan, maka
akulah manusia ciptaan Tuhan yang paling buruk. Postur tubuh pendek,
rambut kriting, kulit hitam, bibir tebal, hidung pesek, semuanya ada
padaku. Mungkin aku bisa menerima semua itu, tapi ada satu hal yang
paling kubenci dari diriku.
“Suf, ayo makan!”, teriak ayahku
membuyarkan lamunan buruk tentang diriku. Akupun keluar dari kamar,
meninggalkan barang-barang yang masih berantakan. Di atas meja makan
hanya tersedia beberapa roti isi daging dan dua gelas air putih.
Maklumlah, kami baru saja pindah di rumah baru ini. Jadi ayah tidak
sempat memasak ataupun memesan makanan.
Sebenarnya salah satu
yang paling kubenci dari hidupku adalah orang tuaku. Aku benci karena
ayah dan ibuku bercerai. Aku benci karena harus memilih tinggal dengan
salah satu di antara mereka. Dan aku memilih tinggal dengan ayah, meski
aku juga sangat menginginkan tinggal dengan ibu. Aku tidak pernah
mendapatkan alasan yang jelas mengapa mereka bercerai, ayah hanya
berkata “Itulah yang terbaik untuk kami”. Tapi sayang sekali, itu bukan
yang terbaik untukku.
“Istirahatlah! Besok kita akan mencari sekolah
baru untukmu.”, ucap ayah sambil tersenyum kepadaku. Aku menunduk
sedih. Aku pasti akan kesulitan mencari teman baru. Di sekolah yang lama
saja sangat sedikit yang mau berteman denganku. Bagaimana nanti di
sekolah yang baru? Di satu sisi aku sangat senang karena sekolah baruku
lebih bagus. Tapi, di sisi lain aku sangat minder untuk berteman dengan
mereka nantinya.
***
Pagi-pagi sekali kami berangkat ke sekolah.
Sekolahnya sangat bagus, gedungnya bertingkat, banyak pepohonan, dan
halamannya bersih. Aku semakin bersemangat dibuatnya. Tanpa buang waktu
kami langsung menghadap ke kepala sekolah.
“Maaf Pak, sekolah kami
sudah memiliki banyak siswa dan semua kelas sudah penuh.”, kata kepala
sekolah. Ayah melihatku dan mata kami beradu. Aku menunduk, tak tahan
rasanya menahan air mata yang mau keluar. Akupun berjalan keluar,
sementara ayah berusaha sekuat tenaga meyakinkan kepala sekolah. Aku
menunggu di luar dengan wajah yang sedih. Suara ayah kedengaran olehku
dari luar.
“Aku mohon Pak, terimalah anak saya. Meskipun dia jauh
berbeda dari anak-anak yang lainnya, tapi dia anak yang cerdas. Dia
sangat suka pelajaran Fisika. Bapak bisa memberinya tes kalau tidak
percaya.” Ayah terus membujuk kepala sekolah agar menerimaku. Meskipun
kepala sekolah terus menolak, tapi ayah tidak menyerah. Dia bahkan
mengatakan akan membayar lebih asalakan saya bisa diterima di sekolah
itu. Akhirnya kepala sekolah bersedia menerima dengan syarat aku harus
dites. Singkatnya aku dites dan hasilnya adalah perfect. Aku diterima
dengan hasil nyaris sempurna.
***
Hari selasa, hari pertama aku
masuk sekolah. Ketika guru kelas memperkenalkanku, aku melihat ekspresi
beberapa siswa sedikit menertawakanku. Namun ada juga yang kelihatannya
empati melihat keadaanku, termasuk Putri, teman dudukku yang baru. Terus
terang aku minder duduk dengannya. Dia cantik, putih, dan kelihantannya
baik.
Setelah itu, guru menginformasikan bahwa akan ada Olimpiade
Sains Nasional (OSN). Siswa yang mau ikut akan dites sebentar sore. Tiga
siswa dengan nilai tertinggi
berhak mewakili sekolah untuk seleksi
tingkat provinsi dan seterusnya hingga tingkat nasional. Juara nasional
akan dipersiapkan untuk olimpiade tingkat internasional.
Aku tidak
mau melewatkan kesempatan ini. Meskipun sebenarnya aku agak minder
karena siswa kota biasanya pintar-pintar. Tanpa persiapan sama sekali,
aku nekat ikut. Aku memilih bidang fisika karena saingannya sedikit dan
aku memang suka pelajaran fisika. Esoknya pengumuman telah terpampang di
papan pengumuman. Dengan sedikit ragu aku melihat hasilnya dan ternyata
aku berada di urutan ketiga. Artinya aku bisa ikut seleksi ke tingkat
provinsi. Aku berteriak karena senang, tapi tidak kedengaran siapa pun.
Euforia yang kualami membuatku lupa betapa buruknya aku. Sekolah pun
membentuk tim guru yang akan mempersiapkan siswa ke tingkat provinsi
mengharumkan nama sekolah.
Saat itu, impian terbesarku adalah lolos
OSN dan bertemu dengan Prof. Yohanes, seorang ahli fisika terkenal.
Singkat cerita, aku berhasil meraih peringkat kedua pada tingkat
provinsi. Persiapan pun semakin kupermantap. Semalam aku hanya tidur
kurang dari empat jam. Aku mempelajari soal-soal OSN tahun-tahun
sebelumnya.
Akhirnya tes tingkat nasional pun dimulai. Tesnya
dilakukan sebanyak dua hari. Aku mengerjakan soalnya dengan seluruh
kemampuanku. Setelah diperiksa, hasilnya adalah aku berada pada urutan
pertama. Aku sangat senang karena akan dibimbing langsung oleh Prof.
Yohanes untuk persiapan ke tingkat internasional. Ucapan syukur tak
pernah berhenti mengalir dari mulutku. Tapi, tiba-tiba rasa senang itu
berubah menjadi gugup, takut, dan malu ketika aku diminta untuk
menyampaikan pidato singkat. Seluruh tubuhku gemetar saat berdiri
dipanggung. Mereka tidak tahu kalau aku ini tidak bisa bersuara. Ya, aku
bisu dan inilah yang paling kubenci dari diriku. Namaku dan nama Nabi
Yusuf memang sama, tapi aku berbeda 180 derajat darinya.
Sudah lima
menit aku berdiri tanpa mengeluarkan suara. Tiba-tiba aku melihat ayah
datang. Meski terlambat aku tetap senang dan yang membuatku lebih senang
lagi, dia datang bersama Ibu. Saat itu, ayah melihatku dan sepertinya
dia mengerti keadaanku saat itu.
“Dia anakku!! Ya, dia anakku.” Teriak ayah.
Semua orang di dalam ruangan berbalik ke arahnya. Ayah dan ibu kemudian
berjalan naik ke atas panggung, berdiri di sampingku. Kemudian ayah
berkat, “Lima bulan yang lalu, aku dan istriku berpisah. Aku tahu itu
sangat menyakitkan hati Yusuf, tapi hari ini aku ingin mengatakan
padanya bahwa kami sudah baikan kembali. Kalian mungkin heran kenapa
Yusuf tidak mengeluarkan sedikitpun kata. Itu karena dia hanya bisa
bersuara dengan hatinya dan hanya aku dan Ibunya yang bisa mendengar
kata hatinya. Aku mewakili hati Yusuf mengucapkan terima kasih kepada
Tuhan, terima kasih kepada kepala sekolah, guru-guru serta teman-teman
Yusuf. Sekali lagi terima kasih.”
Ruangan menjadi rebut karena
gemuruh tepuk tangan. Beberapa diantara mereka bahkan menangis, termasuk
kepala sekolahku. Aku yakin, dia tidak menyesal menerimaku saat itu.
***
Itulah kisahku 15 tahun yang lalu ketika aku masih berseragam sekolah.
Sekedar informasi bahwa aku berhasil meraih medali emas di International
Physics Olimpiade (IPO). Saat ini, aku sedang menikmati secangkir teh
ditemani oleh Putri. Masih ingat dia kan, dia teman dudukku dulu. Dia
sedang mengandung anak kami yang pertama. ^__^ Sekian.*
Share this article :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat berharga bagi kami